Pelatihan Sikap Mental

Pelatihan Sikap Mental
Pelatihan Sikap Mental di Perusahaan

Pendiri Suarahati Kudus

Senin, 29 November 2010

Bukan PENCURI !!!!

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita tersebuk membaca buku yang baru saja di belinya.

Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada di antara mereka. wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan.

Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si pencuri kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itu pun sempat berpikir kalau aku bukan orang baik, sudah kutonjok dia !. Setiap ia mengambil kue, si lelaki juga mengambil satu.

Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya –tanya apa yang akan dilakukan itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua bagian. Si lelaki menawarkan separoh miliknya, sementara ia makan yang separohnya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir, ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia tidak kelihatan berterima kasih.

Seperti Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si ”pencuri tak tahu terima kasih”. Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai di bacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Disitu ada kantong kuenya, di depan matanya. Lho kok kueku masih ada di sini, herannya dengan patah hati. Jadi Kue tadi memang adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi dengannya.

Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu. Seperti dalam hidup kita ini, kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi.
Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri. Serta tak jarang kita berprasangka buruk. Orang lainlah yang kasar, orang lainlah yang tak tahu diri, orang lainlah yang jahat, orang lainlah yang sombong, orang lainlah yang salah. Padahal kita sendiri yang mencuri kue tadi, padahal kita sendiri. Yang salah, tapi kita tidak tahu/ tidak menyadarinya. Kita sering mengomentari perbuatan orang lain, mencemooh tindakan, pendapat atau gagasan orang lain sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

Seringkali kita menyalahkan orang lain atas kejadian kejadian buruk yang menimpah kita, tetapi apakah kita menyadari kalau yang salah sebenarnya adalah kita sendiri? Apakah pernah terpikir oleh kita kalau orang lain melakukan itu untuk tujuan yang baik dan tidak bermaksud mencelakai kita.??
 

PROGRAM YAYASAN SUARAHATI KUDUS


LATAR BELAKANG
Yayasan suarahati Kudus berdiri atas dasar pertimbangan untuk “kemanusiaan” dan peningkatan “kualitas iman” manusia maka bekerja secara nasional dengan membentuk Perwakilan di seluruh Indonesia yang berkantor Pusat  sementara di Taman Royal 3 Blok A.17 No.07 RT.01/09 Kel. Poris Plawad Tangerang 15141. Adapun maksud dan tujuan dibentuknya yayasan yaitu:

BIDANG KEMANUSIAAN
1.    Membantu korban bencana alam dan/atau korban musibah lainnya yang patut diberikan pertolongan melalui Team Kasih Setia Yayasan Suarahati Kudus yang akan bekerjasama dengan lingkungan setempat.

2.    Melakukan kunjungan kasih kemanusiaan ke seluruh Indonesia sesuai dengan kebutuhannya.

BIDANG HUKUM DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
1.    Mendirikan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) guna membantu masyarakat lemah yang tidak mempunyai kepampuan membayar pengacara professional tetapi mencari keadilan demi mempertahankan hak dari perbuatan pidana maupun perdata.

2.    Mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

BIDANG ROHANI
1.    Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Membangun Kepercayaan Diri Melalui Pengembangan Sikap Mental.

2.    Melakukan kegiatan rohani melalui Group musik dan Paduan Suara Hati guna menyebarkan kasih firman Tuhan.

3.    Membantu gereja – gereja dalam pengembangan rumah ibadah, pembangunan sarana dan/ atau lainnya sesuai kebutuhannya.

Jadilah Pelita

ada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
 

Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”

Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.
Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”

Si buta tertegun..
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”
Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”

Senyap sejenak. ...secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.

Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Tiga Hal ???????

TIGA HAL DALAM HIDUP YANG TIDAK BISA KEMBALI
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan

TIGA HAL YANG DAPAT MENGHANCURKAN HIDUP
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam

TIGA HAL YANG TIDAK BOLEH HILANG
1. Harapan
2. Keiklasan
3. Kejujuran

TIGA HAL YANG PALING BERHARGA
1. Kasih
2. Keluarga
3. Teman

TIGA HAL DALAM HIDUP YANG GAK PERNAH PASTI
1. Kekayaan
2. Kesuksesan
3. Mimpi

TIGA HAL YANG MEMBENTUK KARAKTER
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja Keras

TIGA CINTA YANG TIDAK PERNAH HABIS
1. Cinta Allah kepada Umat-Nya
2. Cinta orang tua kepada anaknya
3. Cinta fitri di SCTV gak abis2 bersambung terus hehehehe,..

Selasa, 26 Oktober 2010

Pelatihan Membangun Kepercayaan Diri Melalui Pengembangan Sikap Mental di Perusahaan PT Granito Building Keramik

Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2003 di Gedung Audotorium Cikarang,dekat dengan pabrik Granito Building Ceramics sungguh luar biasa peserta pelatihan mulai dari pegawai rendahan sampai Direktur.Sungguh sesuatu yang jarang terjadi kesediaan Direksi untuk turut sebagai Peserta Pelatihan.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Pelatihan Membangun Kepercayaan Diri (PMKD) di Perusahaan

Kami memberikan Pelatihan Membangun Kepercayaan Diri (PMKD) di berbagai perusahaan, salah satu seperti yang terlihat dalam gambar ini. Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan di Puncak bersamaan dengan rapat tahunan perusahaan tersebut. DiSela sela acara di berikan Pelatihan Membangun Kepercayaan diri Melalui Pengembangan Sikap Mental (PMKD) 8 Jam

Pelatihan Membangun Kepercayaan Diri (PMKD)

 Pernahkah anda mendengar sebutan seperti; ‘muka tembok’ atau ‘kulit badak’ ??? sebutan ini biasanya ditujukan untuk orang yang terlalu percaya diri atau over confident. Orang yang over confident memang terkesan percaya diri dan tidak tahu malu atau tidak tahu diri. Sehingga sering dijuluki seperti itu, untuk menggambarkan betapa orang yang over confident itu tidak mampu menempatkan diri dalam norma yang seharusnya.

Dengan demikian, maka orang yang percaya diri, seharusnya mampu menempatkan dirinya dalam norma yang berlaku tanpa merasa rendah diri. Ini berarti letak percaya diri adalah diantara over confident dengan lower confident. Orang yang merasa lower confident cenderung merasa malu dan segan, sehingga terkesan tertutup dan pemalu. Biasanya, orang yang merasa lower confident, memiliki sikap-sikap seperti; pesimis, tidak berani menerima tanggung jawab, tidak berani mengungkapkan pendapatnya, dan cenderung menutup diri. Hal-hal ini, tentunya akan sangat merugikan, karena dapat menjadi penghalang orang tersebut untuk maju atau berhasil.

Tetapi, menjadi persoalan adalah tidak mudah untuk memiliki percaya diri. Salah satu syarat untuk memiliki kepercayaan diri adalah memiliki rasa berharga terhadap diri sendiri. Kalau anda perhatikan orang-orang yang memiliki kepercayaan diri, umumnya memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan.

Kebanggaan inilah yang membuat orang tersebut merasa dirinya berharga, sehingga mereka bisa ‘tampil’ dengan penuh percaya diri. Sebaliknya, jika anda perhatikan orang yang lower confident, umumnya adalah orang yang merasa dirinya kurang berharga, bahkan tidak berharga. Mereka merasa dalam diri mereka tidak ada sesuatu yang dapat dibanggakan. Akibatnya, mereka tidak mampu ‘tampil’ dengan kepercayaan diri yang penuh.

Sebaliknya lagi, orang yang over confident adalah orang yang terlalu merasa dirinya berharga. Mereka mempunyai sesuatu dalam dirinya yang membuat mereka merasa lebih dari orang lain. Sehingga mereka dapat dengan nyaman untuk ‘tampil’ atau melakukan perbuatan yang orang kebanyakan rasa malu melakukannya.

Lalu, bagaimana caranya agar kita dapat memiliki rasa berharga yang akan membuat kita percaya diri? Ada beberapa kesalahan yang terjadi sehubungan dengan memiliki rasa berharga dalam diri. Dibawah ini adalah penjelasan beberapa kesalahan-kesalahan itu dan penjelasan membangun rasa berharga yang sebenarnya :

1. Rasa berharga yang diperoleh secara fisik

Maksudnya orang tersebut merasa berharga karena mengetahui bahwa ia secara fisik itu cantik, tampan, bertubuh atletis bagi pria, atau langsing bagi wanita, dsb. Mengapa rasa berharga ini saya bilang salah, karena kepercayaan diri yang akan ia miliki bergantung kepada fisiknya. Selama fisiknya tetap cantik atau tubuhnya tetap langsing, misalnya atau selama ia tetap tampan dan fisiknya tetap atletis, ia masih memiliki kepercayaan diri.

Tetapi, bila terjadi musibah kecelakaan, dan fisiknya terkena akibat musibah itu apakah ia masih punya kepercayaan diri? Bila melihat fisiknya sudah tidak cantik lagi atau fisiknya sudah cacat dan melihat ada orang yang cantik atau tubuh yang atletis, apa ia masih bisa percaya diri? Jadi, tidak bisa membangun kepercayaan diri berdasarkan rasa berharga yang diperoleh secara fisik. Fisik itu sangat labil atau mudah berubah, tidak bisa dijadikan dasar untuk percaya diri.

Oleh karena itu, tidak perlu merasa rendah diri kalau secara fisik kita merasa tidak cantik atau tidak langsing malah langsung. Bagi pria, tidak tampan, malah bertumbuh pendek, berkulit hitam, ber-rambut kriting, dan hidup lagi. Ingatlah, sekalipun, secara fisik anda kurang bahkan cacat, tetapi kepercayaan diri tidak bisa dibangun dari rasa berharga yang diperoleh secara fisik.

2. Rasa berharga yang diperoleh karena kaya secara materi
Banyak

juga orang yang membangun rasa percaya dirinya melalui harta kekayaan yang ia miliki. Tidak heran karena dimana-mana orang kaya selalu dihargai dan dihormati oleh orang yang tidak mampu. Perhatikan saja, bila orang kaya masuk toko, pelayan pasti menyambutnya dengan ramah dan penuh rasa hormat. Bila pelayanan tidak baik, maka orang kaya itu akan marah karena merasa tidak dihargai. Sebaliknya, bila orang yang miskin, adakalanya dibiarkan saja atau tanpa sambutan yang ramah.

Begitu juga didalam kehidupan bermasyarakat, orang kaya menjadi tokoh terhormat yang menduduki kursi-kursi terhormat dan duduk bersebelahan dengan para pejabat. Sebaliknya, orang miskin mungkin tidak mendapatkan kursi dan tinggal berdiri diluar tenda. Oleh karena itu, orang kaya sering terlihat ‘tampil’ dengan penuh percaya diri. Karena, sekalipun ia hanya memakai celana pendek dan kaos oblong, orang yang tahu dia orang kaya akan tetap menghormati atau menghargainya. Pada akhirnya, banyak orang berusaha untuk kaya, agar dihormati dan dihargai orang lain.

Tetapi, kekayaan secara materi tidak bisa di jadikan dasar untuk memiliki kepercayaan diri. Sebagai contoh; seseorang yang merasa dirinya berharga karena memiliki kekayaan. Ia akan kehilangan harga dirinya bersamaan dengan hilangnya kekayaan yang ia miliki. Secara otomatis, ia pun akan kehilangan rasa percaya dirinya karena sudah kehilangan harga dirinya. Bahaya sekali apabila anda mengantungkan harga diri anda dengan harta kekayaan.

Beberapa orang, memilih untuk mengakhiri hidupnya (bunuh diri) setelah tahu bahwa ia sudah tidak kaya lagi atau usahanya sudah bangkrut, dsb. Orang-orang tersebut memilih mati daripada hidup tanpa kekayaaan. Mereka berpikir diri mereka sudah tidak ada artinya atau tidak berharga tanpa kekayaaan yang mereka miliki.

3. Rasa berharga yang diperoleh dari kedudukan/jabatan dan kekuasaan

Tidak berbeda dengan orang-orang yang mendasarkan harga dirinya melalui kekayaan. Mendasarkan harga diri pada kedudukan/jabatan dan kekuasaan merupakan hal yang berbahaya juga.

Seorang jendral yang meletakan harga dirinya pada kekuasaannya. Ia akan merasa tidak berarti atau berharga setelah ia pensiun karena tidak ada lagi yang menghormatinya. Sebab, ia sudah tidak berkuasa lagi dan orang yang dahulu membutuhkannya kini meninggalkannya dan mencari jendral yang masih aktif. Seorang ketua yang merasa berharga karena kedudukannya. Ia akan kehilangan harga dirinya setelah tidak lagi menjabat sebagai ketua dan orang-orang tidak menghormatinya lagi.

Seorang pejabat yang merasa berharga karena ia bukan seperti rakyat biasa, melainkan pejabat pemerintah. Ketika, ia tidak menjabat lagi dan kembali menjadi rakyat biasa, maka iapun kehilangan rasa berharganya. Begitu juga dengan keluarga yang menaruh harga diri mereka kepada orang tua atau suami/istri mereka yang menjabat atau berkuasa. Ketika, orang tuanya atau suami/istrinya tidak lagi menjabat, maka hilang pula harga diri mereka. Orang-orang yang mendasarkan harga diri mereka kepada kekuasaan atau jabatan, akan berhadapan dengan masalah kejiwaan. Beberapa diantara mereka ada yang menjadi gila atau sakit jiwa karena tidak mampu menghadapi kenyataan. Biasanya, mereka selalu dihormati, dihargai, dilayani, kini tidak ada ada lagi. Mereka tidak tahan melihat orang dihormati, dihargai, dan dilayani seperti mereka dulu. Hal itu akan membuat air mata mereka mengalir atau mereka menjadi stress sendiri. Karena mereka tidak lagi merasa berharga seperti dulu ketika mereka masih menjabat atau ketika orang tua atau suami/istri mereka masih menjabat.

Jadi, kedudukan/ jabatan dan kekuasaan yang dimiliki itu hanyalah bagian dari pekerjaan. Ingatlah, harga diri anda tidak ditentukan dari apa pekerjaan anda atau apa kedudukan anda.

4. Rasa berharga yang diperoleh karena memiliki kepandaian atau kemampuan
Ada juga orang-orang yang membangun harga dirinya melalui kepandaian, kemampuan atau ketrampilan yang mereka miliki. Mereka merasa berharga karena mereka cerdas secara intelektual, atau terampil bermain musik, atlet olah raga, dsb. Keahlian mereka adalah harga diri mereka. Ini juga salah karena kepandaian, kemampuan atau ketrampilan setiap orang itu terbatas. Tidak ada manusia yang selalu benar atau selalu bagus, akan selalu ada saat, ia lalai atau melakukan kesalahan. Ada pepatah yang berbunyi,” sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat akan jatuh juga.”

Sepintar apapun dia, seahli apapun dia, atau seterampil apapun dia, tetap memiliki potensi untuk gagal atau berbuat kesalahan. Jadi, bila harga diri dibangun dari kepandaian atau kecerdasan, kemampuan atau ketrampilan, maka anda sedang bergantung pada akar yang rapuh. Contoh; seorang yang ahli bermain musik. Dalam konsernya, ternyata ia gagal memainkan musik yang seharusnya dan membuat penontonnya kecewa. Bila ia meletakan harga dirinya pada keahliannya, maka kegagalannya adalah hilangnya harga dirinya. Ia tidak lagi merasa berharga karena ia telah gagal memainkan musik dan membuat penontonnya kecewa. Oleh karena itu, tidak bisa membangun harga diri melalui kepandaian, kemampuan, atau ketrampilan. Karena ketika mereka gagal atau melakukan kesalahan, mereka akan dengan mudah kehilangan harga dirinya juga.

Apalagi kesalahan dalam membangun rasa berharga, dan apa yang harus dilakukan untuk memiliki percaya diri sejati?