hared by domidoyo
Catatan @ Banda Aceh, Nangro Aceh Darussalam
Surat Terbuka Buat Susilo Bambang Yudoyono
Sangat
sulit saya menyebut anda sebagai Tuanku, karena bagi saya anda bukan
Tuanku. Bagi saya Tuanku adalah sesosok manusia yang mempunyai hati
sebagai manusia. Bukan hati mahluk lain. Bagi saya Tuanku adalah sesosok
manusia yang sangat berperasaan. Dia tahu arti getirnya kehidupan yg
dilanda kemalangan. Dia tahu betul arti cinta dan persaudaraan. Tuanku
adalah sesosok manusia pengayom, yang mau mengayomi semua orang yang
menyebut diri Tuanku sebagai Tuanku. Tuanku selalu menempatkan dirinya
sebagai bapak/ayah/kakak/teman bagi semua orang. Dia betul-betul menjadi
segalanya bagi semua orang.
Tapi, okeylah. Toh saya
harus menyebut anda tuanku, karena secara de jure anda adalah tuanku.
Namun, agar perasaan dan pandangan saya tentang Tuanku terakomodasi,
maka ijinkan saya menyebut anda sebagai tuanku dengan huruf "t" kecil.
Mengapa? Karena bagi saya anda belumlah menjadi Tuanku sebagaimana yang
saya bayangkan tentang Tuanku. Paling tidak anda bukanlah Tuanku ketika
anda berhadapan dan seharusnya menyikapi masalah-masalah agama!
Anda
begitu bangga dengan pernyataan basa-basi dari antek-antek anda
(menteri2 anda) yang bicara dimanapun, sampai ke ujung dunia bahwa di
Indonesia tidak ada intoleransi! Apakah anda berpikir bahwa rakyat anda
buta? Dunia buta dan tak bertelinga? Sehingga anda bangga dengan antek2
anda yang sudah membodohi dunia, seolah-olah dunia betut-betul bodoh
seperti yg dipikirkan antek2 anda? Anda salah jika anda berpikir bahwa
rakyat bisa dibodohi dan, apalagi, dunia bisa dibodohi. Anda salah jika
anda berpikir bahwa jika sudah memberikan statement bahwa di Indonesia
tidak ada intoleransi maka intoleransi dengan sendirinya tidak ada. Saya
harap anda tidak sedang berpikir begitu.
Anda sering
berkata bahwa anda tidak mau ikut campur masalah hukum. Itu betul.
Sangat betul. Tapi, bagaimana jika antek-antek anda memang mempermainkan
hukum? Berkelit atas nama hukum, tanpa sedikitpun terusik atas nama
keadilan?! Apakah anda berpikir bahwa hukum sudah sesuai dengan rasa
keadilan? Bagaimana anda melihat persoalan hukum yg terjadi di dalam
masyarakat akar rumput yg tanpa kuasa? Maling ayam dipukuli sampai babak
belur. Bahkan, ditembaki untuk dilumpuhkan. Bagaimana anda melihat
soal-soal hukum yg dialami oleh anak antek2 anda, Hatta Rajasa, yg belum
lama ini menabrak orang sampai mati? Namun, hanya dijatuhkan hukuman 5
bulan dengan masa percobaan 6 bulan. Bagaimana, jika yang menabrak
sampai mati adalah seorang supir angkutan? Apakah dia akan mendapatkan
hukuman seperti itu? Menurut saya hukum belum tentu berbanding sejajar
dengan rasa keadilan. Malah atas nama hukum para penegak hukum bisa
mempermainkan hukum.
Bagaimana anda melihat kasus-kasus yg
bernuansa agama yg sering kali dianggap sepi oleh antek2 anda dan anda
juga? Bagaimana anda melihat kaum minoritas yang semakin dipinggirkan
atas nama hukum? Bagaimana anda melihat kasus GKI YASMIN yg sekalipun
sudah dimenangkan secara hukum, namun toh, antek2 anda tak peduli dengan
keputusan hukum tertinggi? Ini salah satu contoh yg terjadi di negeri
yg anda pimpin, di mana itu terjadi di depan mata anda dan antek2 anda.
Tapi toh antek2 anda masih bisa mengatakan bahwa di Indonesia tidak
terjadi intoleransi. Sungguh mengejutkan pernyatan itu. Apakah atas nama
hukum juga anda mau mengatakan "biarlah semuanya diselesaikan secara
hukum, sementara yang terjadi adalah terus-menerus pelanggaran hukum?
Bagaimana
anda bisa percaya bahwa di Indonesia aman, damai? Kehidupan beragama
sangat ditandai oleh toleransi? Apakah anda tidak pernah menonton
televisi, membaca koran? Bukankah sudah banyak yang ditayangkan di
televisi dan media massa lainnya bahwa telah terjadi intoleransi?
Bagaimana anda melihat ada kelompok yg mengatasnamakan agama lalu dengan
seenak perutnya menganiaya orang lain yg berseberangan dengan mereka?
Penegak hukum tak mampu mengatasinya, dengan alasan kurang personil di
lapangan. Padahal, dengan jelas perusuh itu membawa benda-benda
berbahaya. Bagaimana anda melihat kejadian intoleransi yg terjadi pada
kelompok minoritas, sebagai contoh ahmadiyah, yg sudah ada sebelum
republik ini berdiri, malah dinyatakan sesat?! Anda percaya dengan
pernyataan sesat dari kelompok perusuh yg selalu membawa senjata tumpul
atau apapun yg siap menghancurkan orang yg berseberangan dengan mereka.
Bagaimana
anda melihat kasus HKBP SETU? Mereka bukan tidak mau mengurus ijin.
Mereka sedang mengurus ijin, namun ijin tidak juga dikeluarkan oleh
pemerintah setempat. Apa salahnya orang membangun rumah ibadah? Toh
tempat itu dipakai untuk mendidik umatnya agar mereka percaya pada Tuhan
dan hidup yg benar. Bukankah itu justeru menolong rakyat anda agar
mereka hidup baik? Dan tentunya, menolong anda juga?
Anda
sibuk dengan masalah dinternal partai yg anda dirikan. Anda memberi
waktu untuk menyelesaikan masalah partai anda. Tapi, tak sedikitpun anda
turun tangan menyelesaikan masalah intoleransi. Apakah anda berpikir
bahwa anda bukan presiden rakyat Indonesia, yang di dalamnya, semua
golongan berada di bawah asuhan anda? Atau, memang anda berpikir bahwa
anda hahya sekedar presiden partai anda saja? Jika ya, saya bisa
maklumi. Dan jika ya begitu, saya ingin sekali mengajak agar anda sadar.
Anda adalah orang besar di republik ini. Anda tidak sekecil apa yang
anda pikirkan, bahwa anda sekedar presiden partai anda. Anda adalah
presiden republik yg sangat besar ini! Anda orang besar. Jadi, tolong
tunjukkan pada kami, kaum minoritas, bahwa anda adalah juga presiden
kami. Anda adalah pengayom kami, sehingga kami merasa memiliki bapak,
ayah, teman, sahabat, pemimpin dan Tuanku.
Saya berharap
anda keluar dari sekedar tuanku menjadi Tuanku. Saya akan memanggil anda
Tuanku Yang Mulia, jika anda betul-betul mau peduli pada
masalah-masalah di sekitar anda dan rakyat yang anda pimpin. Saya
berharap anda menjadi Presiden Republik Indonesia, dan bukan sekedar
presiden partai, atau sekelompok umat. Saya berharap anda menjadi
Tuanku, Yang Mulia.
Salam saya,
Domidoyo M. Ratupenu
Seorang anak bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar