TEMPO.CO,
Yogyakarta -
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X,
mengingatkan para politikus untuk berpikir ulang apabila mengkritik
tokoh populer seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Menurut Sultan,
tokoh populer yang berhasil memancing ketertarikan emosional calon
pemilih dalam pemilu bisa sekaligus mendapatkan loyalitas mereka.
"Emosi (pemilih) sangat menentukan suksesnya membangun loyalitas (pada
tokoh)," kata Sultan dalam pidato sambutan pada pembukaan Festival Media
II yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di
UGM, Sabtu, 28 September 2013.
Sultan mencontohkan kritik Amin
Rais terhadap Jokowi. "Kritik Pak AR terhadap Jokowi bisa berpotensi
berbalik menjadi bumerang," kata dia.
Sebelumnya, ramai
pemberitaan kritik Amien Rais terhadap Jokowi. Misalnya, baru-baru ini
Amin mengungkapkan Jokowi mirip bekas Presiden Filipina, Joseph Estrada,
yang meraih popularitas pemilu karena terkenal sebagai bintang film.
Dalam catatan sejarah, Estrada diturunkan dari jabatan presiden oleh
demonstrasi
people power pada 2001 lalu.
Menurut
Sultan, pada masa media televisi memiliki pengaruh besar seperti
sekarang, politikus memang mudah membangun citranya lewat layar kamera.
Fenomena yang disebut oleh Sultan sebagai era
imaging ini mudah memunculkan banyak iklan mengenai hal-hal yang sebenarnya busuk. "Tapi, sekarang juga era
learning, publik mudah sekali mempelajari rekam jejak tokoh," kata Sultan.
Kata Sultan, kemampuan publik mengakses data rekam jejak tokoh secara
mudah membuat strategi pemasaran politik sulit memikat banyak orang
apabila isinya manipulatif. Menurut Sultan, strategi pemasaran politik
di media baru bisa memikat publik ketika isinya menampilkan tokoh yang
memiliki program, kinerja, hingga sikap yang tidak cacat. "Pemasaran
politik bisa berhasil ketika menawarkan produk yang segar, disukai
secara berkelanjutan, dan sesuai kehendak publik," kata Sultan.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM