Taufik Kiemas: Panggil Ketua DPRD Bekasi
-
-
-
Petisi oleh
-
"
...yang
Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al-Masih. Yang Islam
ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhamad SAW, orang Budha menjalankan
ibadatnya menurut Ktab-Kitab yang ada padanya. Hendaknya negara
Indonesia adalah negara yang tiap-tiap orangnya taat menyembah Tuhannya
dengan cara leluasa, dengan tanpa egoisme agama..." - SOEKARNO, 1945
Kamis sore, 21 Maret, jam 2 siang, sebuah pesan BBM masuk ke HP saya:
"SOS: buldozer dan Satpol PP siap ekselusi robohkan gereja HKBP Setu di Bekasi"
Delapan menit kemudian, masuk pesan berikutnya:
"Kelompok intoleran bergabung dengan Satpol PP"
Tak berapa lama, masuk kembali pesan:
"Sudah roboh. Sudah luluh lantak Gereja HKBP Setu"
Saya terdiam.
Tengah malam, saya melihat foto-foto Kompas online:
http://bit.ly/YJJS1x
Tak terbayangkan betapa sakit hati jemaat Gereja HKBP Setu
menyaksikan gerejanya diratakan oleh buldozer Pemerintahnya sendiri.
Menangis, meratap, memohon. Agar tempatnya berdoa pada Sang Khalik,
tidak dihancurkan.
Buldozer terus maju, memukul hancur gereja yang bertahun-tahun berdiri di Setu. Alasannya? Dianggap tidak ber-IMB.
Tak ber-IMB? Pikiran saya melayang ke gereja sendiri, GKI YASMIN
Bogor. Lengkap ber-IMB sejak 2006. Tapi pada 2008, IMB itu dibekukan
Pemkot Bogor. Jemaat gereja gugat Pemkot ke Pengadilan Tata Usaha
Negara. Berhasil. Bahkan MA menolak Peninjauan Kembali Pemkot Bogor dan
menguatkan posisi hukum GKI Yasmin.
Bukannya melaksanakan putusan MA, Wali Kota Bogor Diani Budiarto
justru mencabut permanen IMB GKI Yasmin, 11 Maret 2011. Ombudsman RI
ikut memeriksa kasus GKI Yasmin dan ternyata memutuskan, Pemkot Bogor
dinilai melawan hukum dengan mencabut permanen IMB GKI Yasmin. Melawan
perintah MA.
Makanya, saat saya dengar berita bahwa HKBP Setu dibongkar karena
tidak ber IMB, saya tahu persis, itu pasti hanya dalih. Buktinya, gereja
saya yang ber IMB lengkap, dikuatkan putusan MA, dan juga rekomendasi
wajib Ombudsman RI pun, tak kunjung dibuka dari belenggu segel dan
gembok ilegal. Apalagi kemudian, peristiwa HKBP Filadelfia, yang juga di
Bekasi, muncul; dimana gereja tersebut, meski telah juga dimenangkan
MA, bernasib sama dengan GKI Yasmin: disegel dan digembok Pemda Bekasi
secara melawan hukum.
Pikiran saya melayang dalam sedih. Apa jadinya negeri saya tercinta
ini, bila kebencian kelompok intoleran, pada mereka yang dianggap
berbeda dengan dirinya, dan dianggap minoritas, malah seakan mendapat
tempat dalam kebijakan dan tindakan pemerintah dan alat negara lainnya?
Saya merasa takut membayangkan, bahwa karena "inspirasi" dari Wali
Kota Bogor Diani Budiarto yang berhasil melawan hukum dan Konstitusi
tanpa koreksi apapun dari pemerintah pusat, maka pembangkangan hukum a
la Diani Budiarto akan makin jauh menyebar ke pemda lainnya. HKBP Setu
adalah salah satu bukti kerisauan saya.
Dan, bagaimana bila di daerah lainnya, Mesjid yang sah
berdiri ternyata disegel atau dihancurkan Pemda setempat? Atau, sebuah
Pura tempat sembahyang umat Hindu disegel atau diratakan karena dianggap
pemeluknya sedikit dan tidak pantas memiliki tempat ibadahnya sendiri
di tempat yang penduduknya berbeda keyakinan yang lebih banyak
jumlahnya?
Tidak, itu tidak boleh terjadi! Indonesia harus tetap menjadi rumah bersama bagi semua. Harus!
Saya memulai petisi ini untuk meminta Taufik Kiemas untuk
mengajak Ketua DPR dan Ketua DPD membahas masalah ini dan mendorong DPRD
Kabupaten Bekasi untuk meminta pertanggungjawaban Bupati Bekasi.
Salam,
Bona Sigalingging