Pembongkaran Gereja Bekasi Dinilai 'Over Acting'
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator program Wahid Institute, Rumadi Ahmad, menilai pembongkaran bangunan Gereja Huria Kristen Batak Protestan Setu di Bekasi sudah berlebihan. Pemerintah Kabupaten Bekasi, kata Rumadi, mestinya membantu memfasilitasi jemaat membuat surat izin mendirikan bangunan. “Ini sudah over acting,” ujar Rumadi saat dihubungi, Kamis, 21 Maret 2013.Pemerintah daerah sebenarnya tidak perlu tergesa-gesa membongkar. Sebab, menurut informasi yang diperoleh Rumadi, pemilik gedung pun sedang berupaya untuk mengurus perizinan. Di sisi lain, bangunan yang dibongkar itu adalah tempat ibadah. Dalam konstitusi, kebebasan beribadah itu sudah diatur dengan jelas. Negara pun harus melindungi.
Dalam kasus-kasus intoleransi, ujar Rumadi, pembongkaran tempat ibadah oleh pemerintah merupakan salah satu pola. Pola lainnya, yakni penetrasi, berupa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok atau organisasi massa. Rumadi meminta jangan sampai pembongkaran tempat-tempat ibadah berlindung di balik undang-udang atau peraturan daerah.
Seperti diberitakan, Pemkab Bekasi melakukan pembongkaran terhadap Gereja HKBP Setu. Pembongkaran itu dinilai sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1996 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Menurut Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bekasi Agus Dahlan, bangunan yang dipersoalkan tidak berizin. Izin hanya pada dinding pemugar yang dibangun pihak gereja pada Desember 2012 lalu.
Lebih lanjut, Rumadi menyebut berdasarkan pantauan Wahid Institute, wilayah yang cukup rawan konflik sengketa tempat ibadah di antaranya adalah Aceh dan Jawa Barat. Ia meminta kepada kepada pemerintah untuk tidak menunjukkan arogansinya. Mengingat pada kenyataannya bangunan yang dibongkar adalah tempat ibadah. “Harusnya pemberian IMB dipermudah,” kata dia.
ADITYA BUDIMAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar