TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mendagri
Gamawan Fauzi disarankan konsen dulu urus 65 juta e-KTP bodong, jangan
mencampuri urusan Lurah Susan. Bila masih bicara soal Lurah Susan,
Mendagri mempermalukan bangsa Indonesia di dunia internasional.
Mendagri juga seharusnya malu, pembuatan e KTP katanya sistem secara nasional, nyatanya hanya sebagai komputer khusus mengetik.
“NIK kurang atau lebih dari 16 angka namun bisa proses, artinya komputer tempat input hanya tempat ngetik, bukan sistem,” katanya.
Sebelum Ketua KPU Husni Kamil mengumumkan 65 juta e KTP yang bermasalah (hanya karena NIK kurang atau lebih dari 16 dijit), Gustaaf yakin, dinas rahasia Amerika dan Jepang sudah lebih dahulu mengetahuinya. Jadi wartawan pun tahu, prestasi dalam eKTP Gamawan, justru memalukan.
Di setiap Kedutaan Besar (Kedubes) termasuk Kedubes Indonesia di hampir semua negara, selalu ada bagian yang menganalisis kondisi politik negara setempat. Untuk memperoleh analisis isu terkini, biasanya wartawan tukar isu dengan staf Kedubes negaranya.
“Di mana-mana, jalur khusus wartawan asing selalu begitu. Itu sebabnya banyak isu yang lebih dulu diketahui wartawan asing ketimbang wartawan surat kabar domestik. Gamawan Fausi tak berprestasi, wartawan asing juga tahu,” tutur Gustaaf.
Mendagri seharusnya malu, anak buah lebih dihargai rakyat ketimbang Gamawan. “Coba saja Gamawan-Jokowi berjalan bersama-sama. Supaya netral, jangan di DKI Jakarta, bahkan jangan di Pulau Jawa. Masyarakat pasti akan mengerubuti Jokowi, bukan Mendagri,” kata Gustaaf.
Bahkan Gustaaf berani bertaruh, ke Sumatra Barat sekalipun (yang merupakan daerah asal Gamawan dan pernah menjadi gubernur di sana), bisa dipastikan Jokowi akan lebih disambut masyarakat ketimbang Gamawan.
Seperti dikehui, Gamawan Fauzi mengatakan agar mempertimbangkan pemindahan Lurah Susan. “Mendagri koq jadi kelas kelurahan. Kalau dalam sepakbola, lajim disebut tarkam (pertandingan antar kampung). Jadi Mendagri jadi kelas tarkam,” Gustaaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar